Ruang Meeting BIMA Mansaro adalah sebuah ruang meeting atau pertemuan yang dibangun di lantai 1 dan berfungsi sebagai fondasi untuk tiga ruang di atasnya. Ruang-ruang tersebut adalah Ruang Terbuka (Rest Area Arjuna), Rest Area Srikandi, dan Ruang Multimedia Parikesit. Ruang Meeting BIMA Mansaro dirancang untuk memberikan dukungan struktural dan kenyamanan bagi seluruh area yang berada di atasnya, serta menyediakan fasilitas yang memadai untuk berbagai jenis pertemuan dan acara.
Secara etimologis, nama “Ruang Meeting BIMA Mansaro” terdiri dari beberapa kata dengan makna yang dalam. “Ruang” mengacu pada sebuah tempat yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Kata “Meeting” berasal dari bahasa Inggris yang berarti pertemuan. Sedangkan “BIMA MANSARO” merupakan gabungan kata dari bahasa Arab yang memiliki arti filosofis. “BI” bermakna “dengan”, “MA” istifham atau kata tanya, “MAN” bermakna “siapa”, dan “SARO” bermakna “berjalan”. Jika diartikan secara utuh dalam konteks filsafat (ontologis), istilah ini dapat diterjemahkan sebagai “sebuah ruang pertemuan yang diharapkan dapat menjadi tempat bagi seseorang untuk mencari motivasi hidup dan memahami bagaimana seharusnya dia berjalan dalam mencapai cita-citanya”.
Penjelasan ini diperkuat oleh maqolah Arab ” مَنْ سَارَ عَلىَ الدَّرْبِ وَصَلَ”, yang berarti “barang siapa yang berjalan sesuai dengan koridornya, maka dia akan sukses” atau dalam bahasa Jawa “temen bakal tinemu”. Dengan demikian, Ruang Meeting BIMA Mansaro tidak hanya sekadar tempat fisik untuk pertemuan, tetapi juga mencerminkan filosofi dan nilai-nilai yang mendalam tentang perjalanan hidup dan pencapaian tujuan.
Dalam filosofi Jawa, BIMA adalah tokoh pewayangan yang merupakan salah satu dari anggota Pandawa Lima, yang dalam istilah Jawa sering disebut dengan Werkudara. BIMA dikenal sebagai sosok yang kuat dan tangguh, serta memiliki keistimewaan berupa aji kesaktian Jamus Kalimosodo. Jamus Kalimosodo adalah jimat yang berkaitan dengan kalimat syahadat atau syahadatain, yang merupakan dua kalimat syahadat dalam agama Islam. Keistimewaan ini tidak hanya memberikan kekuatan fisik kepada BIMA, tetapi juga melambangkan kekuatan spiritual dan keteguhan iman yang mendalam. Dalam cerita pewayangan, BIMA sering digambarkan sebagai sosok yang tegas, berani, dan setia, serta selalu menjalankan tugas-tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan jujur.
Selain itu, BIMA memiliki senjata khas berupa kuku pancanaka (Ponconoko) yang sangat tajam dan mampu merobek apa pun. Kuku pancanaka ini memiliki makna filosofis yang mendalam, yakni melambangkan lima hal yang harus dilakukan dan tidak boleh ditawar dalam kehidupan setiap muslim, yaitu sholat lima waktu. Sholat lima waktu merupakan pilar utama dalam ibadah seorang Muslim, yang jika dikerjakan dengan benar, akan menyempurnakan ibadah lainnya. Sebaliknya, jika ditinggalkan, kualitas ibadah seseorang akan berkurang atau bahkan rusak. Hal ini karena sholat adalah ibadah pertama yang akan dihisab dari semua amal manusia di hari akhir. Oleh karena itu, BIMA dengan kuku pancanakanya tidak hanya mencerminkan kekuatan fisik, tetapi juga mengingatkan akan pentingnya keteguhan dalam menjalankan sholat lima waktu sebagai fondasi utama dalam kehidupan beragama.